Harga Minyak Tergelincir karena Kekhawatiran Resesi Menyurutkan Prospek Permintaan Global
Harga minyak tergelincir di awal perdagangan Asia hari ini, Kamis (7/7/2022), setelah mencapai level terendahnya dalam tiga bulan terakhir di sesi sebelumnya, karena kekhawatiran terjadinya resesi global menurunkan prospek permintaan minyak. Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent turun 71 sen menjadi 99,98 dolar AS per barel pada pukul 00:13 GMT. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 62 sen menjadi 97,91 dolar AS per barel. Turunnya harga minyak hari ini mengikuti penurunan drastis pada Selasa (5/7/2022) lalu, saat harga Brent jatuh 9 persen dan WTI turun 8 persen.
"Minyak semakin hancur dengan sedikit informasi baru tentang produksi atau konsumsi," kata Managing Partner SPI Asset Management, Stephen Innes. Innes melanjutkan, pedagang komoditas menghindari risiko karena kenaikan suku bunga Federal Reserve AS (The Fed) dikhawatirkan dapat memicu terjadinya resesi. "Tetap saja, dengan pedagang komoditas menjadi sangat menghindari risiko karena meningkatnya permintaan dan masih khawatir kebijakan Fed (AS), risiko utama resesi seperti landasan di sekitar leher pasar," tambah Innes.
Investor saat ini masih menunggu data pemerintah Amerika Serikat (AS) mengenai ketersediaan pasokan minyak dan bahan bakar domestik, yang dilaporkan akan dirilis hari ini. Sementara itu, data industri bahan bakar AS pada Rabu (6/7/2022) kemarin menunjukkan, persediaan minyak mentah AS naik sekitar 3,8 juta barel pada pekan lalu. Persediaan bensin turun 1,8 juta barel, sedangkan stok sulingan turun 635.000 barel. Melansir dari New York Times, para ahli memperingatkan, kapasitas kilang minyak AS hampir tidak mencukupi, terutama saat AS mengirim lebih banyak pasokan bahan bakar ke Eropa, untuk mengurangi impor minyak Rusia. Jika badai menerjang Teluk Meksiko, kerusakan pada kilang dapat mendorong harga gas dan solar melonjak.
Pakar energi mengatakan tidak ada perubahan mendasar di pasar energi, terlepas ada beberapa tanda yang menunjukkan penjualan bahan bakar mungkin melambat di AS, yang memicu persepsi ekonomi negara ini sedang melambat. “Jika resesi terwujud dan inflasi terus mendorong harga untuk hampir semua hal lebih tinggi, permintaan minyak hampir pasti turun, membawa harga bersamanya,” kata analis di perusahaan riset analitik Rystad Energy, Louise Dickson. Ada perbedaan pendapat yang tajam di antara para analis mengenai arah harga minyak dalam beberapa bulan ke depan. Harga minyak pada akhirnya bergantung pada seberapa dalam resesi dan seberapa kuat permintaan China, saat negara tersebut berusaha terbebas dari pandemi Covid 19.
Belum ada tanda yang menunjukkan konflik di Ukraina akan berakhir dalam waktu dekat. Walaupun pihak Barat telah memperketat sanksi untuk Rusia, ekspor minyak Rusia tetap lebih kuat daripada yang diperkirakan banyak analis. Jika Eropa kekurangan pasokan gas alam di musim dingin mendatang, utilitas akan dipaksa untuk menggunakan lebih banyak minyak, yang dapat menghambat pasokan minyak dan menaikkan harga minyak mentah.